Nikah Beda Agama Dalam Perspektif Kristen
Pada prinsipnya Agama Protestan menghendaki agar penganutnya kawin dengan orang yang seagama. Karena tujuan utama perkawinan adalah untuk mencapai kebahagiaan sehingga kebahagiaan itu akan sulit tercapai kalau suami istri tidak seiman. Walaupun demikian, agama Protestan tidak menghalangi kalau terjadi perkawinan beda agama antara penganut Protestan dengan penganut agama lain.
Ada beberapa hal yang berkaitan dengan perkawinan nikah beda agama:
Pertama, mereka dianjurkan untuk menikah secara sipil dimana kedua belah pihak tetap menganut agama masing-masing. Kedua, kepada mereka diadakan penggembalaan khusus
Ketiga, pada umumnya gereja tidak memberkati perkawinan mereka. Keempat, ada yang memberkati, dengan syarat yang bukan Protestan membuat pernyataan bahwa ia bersedia membuat pernyataan bahwa ia bersedia ikut agama Protestan (meski bukan berarti pindah agama?). Keterbukaan ini dilatarbelakangi oleh keyakinan bahwa pasangan yang tidak seiman itu dikuduskan oleh suami atau istri yang beriman. Kelima, ada pula gereja yang bukan hanya tidak memberkati, tetapi juga malah mengeluarkan anggota jemaahnya yang menikah beda agama itu dari gereja.
Namun demikian, yang umum adalah bahwa Gereja Protestan memberi kebebasan kepada penganutnya untuk memilih apakah hanya menikah di KCS atau diberkati di gereja atau mengikuti agama dari calon suami/istrinya. Hal ini disebabkan karena gereja Protestan umumnya mengakui sahnya perkawinan dilakukan menurut adat ataupun agama mereka yang bukan Protestan.
Selanjutnya, karena masalah ini terus bermunculan, dalam Sidang Majelis Pekerja Lengkap Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (MPL PGI) tahun 1989 telah menyatakan sikapnya terhadap pernikahan. Pertama, institusi yang berhak mengesahkan suatu pernikahan adalah Negara, dalam hal ini kantor catatan sipil. Kedua, Gereja berkewajiban meneguhkan dan memberkati suatu perkawinan yang telah disahkan oleh Pemerintah.