nikah beda agamaPerspektif

Nikah Beda Agama Dalam Perspektif Kristen

Masalahnya, dalam pandangan Protestan, perkawinan secara hakiki adalah sesuatu yang bersifat kemasyarakatan, tapi juga mempunyai aspek kekudusan. Perkawinan dilihat sebagai suatu persekutuan badaniah dan rohaniah antara seorang laki-laki dan perempuan untuk membentuk suatu lembaga. Dengan pemahaman seperti ini, perkawinan sebagai lembaga kemasyarakatan adalah tugas pemerintah. Pemerintah, dalam hal ini kantor catatan sipil, berkompeten untuk mengesahkannya. Dalam pandangan Kristen Protestan, kompetensi pemerintah untuk mengesahkan suatu perkawinan secara teologis didasarkan pula pada keyakinan bahwa pemerintah adalah “hamba Allah” untuk kebaikan manusia (Roma 13: 1,4).

Sementara pada sisi yang lain, Alkitab juga menjelaskan bahwa perkawinan adalah suatu “peraturan Allah” yang bersifat sakramental (bersifat kudus); yakni, ia diciptakan dalam rangka seluruh maksud karya penciptaan-Nya atas alam semesta. Oleh sebab itu, gereja berkewajiban meneguhkan dan memberkati suatu perkawinan, tidak dalam arti legitimasi, melainkan konfirmasi. Dengan kata lain, gereja bertugas sebagai alat dalam tangan Allah untuk meneguhkan dan memberkati perkawinan itu sebagai sesuatu yang telah ada dan yang telah disahkan oleh pemerintah. Pemberkatan ini dilaksanakan setelah perkawinan itu disahkan pemerintah.

Namun demikian, dalam praktiknya, justru pemberkatan dilaksanakan sebelum dicatat oleh petugas dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Jadi, setelah pihak gereja mengeluarkan Surat NIkah Gereja, maka mempelai yang bersangkutan membawanya ke DKCS beserta berkas-berkas lainnya untuk dicatatkan. Barulah kemudian DKCS mengeluarkan dua lembar kutipan Akta Perkawinan dengan nomor registrasi yang berurutan untuk mempelai laki-laki dan perempuan. Hal sesuai dengan intruksi Kepala Kantor Catatan Sipil DKI Jakarta Nomor 3614/075.52 tgl. 30 Desember 1988, dimana disebutkan dengan jelas bahwa pencatatan perkawinan di KCS (atau DKCS, sekarang) hanya dilakukan sesudah perkawinan itu sah menurut agama (setelah melangsungkan perkawinan Kristen di Gereja.

Dengan demikian, menurut Weinata Sairin , bagi warga Negara yang beragama Protestan, dengan bertolak dari visi di hadapan pejabat Kantor Catatan Sipil, kemudian diteguhkan dan diberkati oleh gereja. Sikap ini dilandaskan pada UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 2 ayat 1 dan 2 berikut penjelasannya serta Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 Pasal 2 ayat (2) dan (3). [ ]

Previous page 1 2

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button